(yah setidaknya kisah itu udah gue ceritain sekarang,...he,...he,...he)
Btw, biarpun ini true story, tapi gue pikir gak usah nyebut nama profesornya. Kurang eleganlah...
Suatu ketika,-beberapa tahun lampau, tanpa sengaja, gue ketemu sama salah satu Profesor di FPIK, and ngobrol cukup intenslah. Mmmhhh, topik utamanya sih gak ada. Kadang soal perjalanan, dan berjuta aktifitas beliau, mulai dari diangkat sebagai dosen, sampai pernah menjabat banyak posisi strategis, kadang juga tentang pekerjaan gue.
Pokoknya ngalur ngidul-lah. Sampe, entah gimana mulainya, tercumulah (please deh, gak usah maksa buka kamus bahasa Indonesia,...) sebuah aksara: Zooxanthellae.
Di moment itu, hati gue berharap beliau bakal berkisah hal-hal indah, manis, elok, atau heroik-lah tentang Zoox’
Sayangnya, mimpi buruklah yang justru gue denger dari mulut beliau. And, tanpa harus menuliskan di sini detail prolog-nya, cukup gue simpulkan: beliau sangat tidak suka organisasi Mapala.
Zooxanthellae hanyalah perwakilannya saja.
Wajar sih gue pikir. Malah gak ada yang salah sama ketidak sukaannya.
Beliau adalah sosok ilmuwan, yang bertumbuh, dan besar dari lingkungan serius. Buku, buku, praktek, penelitian, jurnal ilmiah, laboratorium, dll.
Buat beliau, Mapala adalah sebuah chaos. Sebuah kekacauan di luar nalar.
Jujur, waktu itu, gue sama sekali ngga melakukan pembelaan untuk MPA Zooxanthellae. Gue engga berusaha menyodorkan sudut pandang gue, dengan harapan ‘menyeimbangkan’ sudut pandangnya yang saat itu gue anggap miring.
Gue cuma diem membisu. Entah karena terlalu pengecut, atau enggan berdebat dengan Profesor. Helehh,...sama aja. Hati kecut....hehehe.
Beberapa saat setelah pisah dengan beliau, gue mikir tentang perspectif Profesor. “Tega-teganya beliau berasumsi begitu ke Zooxanthellae....”
Bener loh. Karena buat gue (setidaknya dulu, sktr 30 tahunan yg lalu) Zooxanthellae bukan sekedar Mapala, tapi juga dunia gue. Salah satu bagian terpenting di hidup gue. Ibaratnya, musik buat Bimbim, or kaka Slank, ato Bikini Bottom for Spongebob, Patrick, and Mr. Crab....
Seiring berjalannya jarum jam, gue di cerahkan oleh secercah sinar pagi Mentari (ueeekkk,...ups,..sory masih ada sisa mabok dikit) dari sebuah kata-kata : “Di mana elo berdiri, tergantung di mana elo duduk...”
Dalam bahasa simple: di lingkungan di mana elo bertmbuh dan di besarkan, maka berdasarkan itu juga elo akan berpikir, berprilaku, dan bertindak.
Kalo elo “bertumbuh dan besar” di lingkungan buku-bukuan, penelitian, and laboratorium, bukanlah hal yang mengherankan kalo elo ‘haram’ sama dunia petualangan yang kental nuansa hura-hura dan kesenangan. Begitu juga sebaliknya.
Seorang pakar perilaku pernah bilang: “Perbedaan sudut pandang, bukanlah masalah logis, melainkan masalah psikologis”
Pada soal perbedaan sudut pandang, perdebatan sama sekali tidak ada gunanya.
-------ooo-------
Ampir tiap ada mahasiswa PHP yang magang, or penelitian di tempat kerja gue, PT. Celebes Minapratama, gue bakal nyempet-nyempetin tanya ke mereka
“Loe tau MPA Zooxanthellae toh...?”
Ajaibnya, gue yang dengan begitu yakin dan percaya kalo mereka semua tahu, or kenal sama Zoox’ ternyata lumayan banyak yang sama sekali gak tau. Astaga,...sama sekali loh....ngga setitikpun.
Artinya, 4 taon kuliah di FPIK, mereka gak pernah denger, cium, ato mendeteksi sesuatu yang sama-sama kita hafal mati : Mapala Zooxanthellae.
Wislah,..lanjut,.... Jadi maksud gue, gue gak punya kapasitas, and kapabilitas untuk maksa orang lain tahu yang gue pikir, mereka harusnya tahu....(kalo sampe sini elo bingung, mendingan kunyah permen karet yang ngga ada mint-nya,....untuk mencegah asam lambung,...hehehe,..btw, bener loh,..)
Trus,...emang kenapa gue harus nanya-nanya kenal ato engga sama Zooxanthellae....?
Gue pengen terus punya rasa bangga itu.
Btw,..Kebanggaan,..mmhhh,...kebanggaan apa....?
Mungkin iya juga sih kalo rasa bangga kadang agak-agak absurd. Bangga karena apa,..ato bangga sama apa....?
Tapi gini, kalo misalnya di suatu kesempatan, elo nemu tas, yang ketika elo buka isinya duit banyak banget. Sedangkan di saat yg sama, elo lagi butuh banget duit.
Tapi akhirnya hati elo mutusin untuk nyari si pemilik duit, lewat KTP yg ada di dompet di dalem tas itu juga.
Pas ketemu si pemilik, ternyata pasutri tua yang sederhana banget. Mereka nangis sambil meluk elo.
“Nak, uang itu hasil jual rumah kami satu-satunya, untuk bayar hutang. Karena kalau tidak, kami akan di jebloskan ke penjara. Memang ada sisanya, tapi kami ragu masih bisa beli rumah lain untuk kami tinggali” ujar sang istri sambil sesungukan.
Elo pulang tanpasepeserpun, karena nolak 50 ribu yang pasutri itu paksa ambil.
Mungkin elo pulang dengan rasa haru bercampur bangga, walau tetap harus mikir untuk kebutuhan mendesak yang elo alamin.
Ahhh, whateeverlah....
Mendingan sama-sama denger lagu ini nih....
Seberapa pantas – Sheila on 7
https://www.youtube.com/watch?v=8Ihsy3MUhE8
Met HUT ke-36 Zooxanthellae.....
For ngoni samua: Ngoni emang keren....
Titi....Tata....Tuntas